Kamis, 24 September 2009

"Giant Baby", Mengapa Terjadi?

Rekor bayi terberat baru saja dipecahkan oleh bayi yang lahir di Medan, Sumatera Utara, dengan bobot 8,7 kg yang lahir melalui bedah caesar. Sebelumnya, Agustus lalu, seorang warga Madura juga melahirkan bayi "raksasa" seberat 8 kg. Fenomena lahirnya bayi-bayi berukuran jumbo belakangan ini memang membuat banyak orang heran.

Bayi yang lahir dengan berat berlebih, atau disebut fetal macrosomia, tidak hanya berisiko terhadap kesehatan bayi tapi juga ibunya. Bayi yang lahir besar atau lebih dari 4 kg, biasanya harus dilahirkan secara caesar. Selain itu, bayi yang lahir besar juga pada umumnya memiliki nilai lebih rendah dibanding bayi yang berat badannya normal. Bayi berukuran jumbo ini juga lebih rentan mengalami obesitas di kemudian hari.

Sementara itu, risiko yang mungkin dihadapi oleh ibu bila melahirkan bayi besar adalah terjadinya kehilangan darah dalam jumlah banyak (postpartum hemorhage) saat persalinan.

Salah satu faktor yang menyebabkan bayi lahir besar adalah diabetes yang kerap menyerang ibu hamil. Bayi lahir besar terjadi akibat janin menerima pasokan gula berlebih dari ibunya yang diubah menjadi protein dan lemak sehingga membuatnya besar.

Karena itu, ibu hamil yang menderita diabetes wajib memantau ekstra kehamilannya. Selain pemeriksaan janin, fungsi plasenta dan air ketuban juga perlu dilakukan menjelang masa kelahiran untuk menilai kematangan paru-paru janin. Untuk menjaga agar berat badan bayi tetap normal, ibu hamil sebaiknya melakukan pengaturan pola makan sesuai kebutuhan kalori. Ngemil boleh saja dilakukan, tapi hindari camilan manis.

Selain itu, lakukan olahraga ringan untuk menurunkan kadar gula darah. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh para ahli dari Norwegia menyebutkan, risiko bayi lahir dengan ukuran besar bisa berkurang hingga 28 persen bila di masa kehamilan ibu hamil tetap berolahraga secara teratur, terutama pada trisemester dua dan tiga.

"Wanita yang sedang hamil biasanya lebih peduli pada kesehatannya, misalnya saja berhenti minum kopi. Menambahkan kegiatan olahraga selama kehamilan akan menyempurnakan gaya hidup sehat itu," kata Dr Robert Welch, ketua bagian obstetri dan ginekologi di Providence Hospital, Southfield, Michigan, AS.

Dalam penelitian ini, para ahli dari Norwegia menganalisis data dari studi The Norwegian Mother and Child Cohort yang memiliki database informasi mencapai 37.000 ibu hamil dengan usia kehamilan maksimal 37 minggu.

Sebuah studi yang dilakukan para ahli dari Amerika Serikat sebelumnya juga menunjukkan, ibu hamil yang rutin berolahraga risiko untuk melahirkan bayi prematur juga lebih rendah. KOMPAS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
Bookmark and Share

Arsip Blog