Senin, 19 Oktober 2009

BISNIS: Kita Terbukti Kian Tegar Lawan Teroris


VIVAnews - Ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, Jakarta pada Jumat 17 Juli 2009 memang mengagetkan pelaku pasar, sehingga membuat rupiah dan harga saham terkoreksi. Namun penurunan kedua indikator ekonomi ini tidak terlalu signifikan.

Fundamental ekonomi Indonesia diyakini sudah kokoh, sehingga terbukti tegar melawan terorisme. Kondisi ini berbeda jauh dengan peristiwa ledakan bom oleh teroris beberapa tahun silam.

Ekonom Faisal Basri meyakini hal itu. Lewat blognya, ia menggambarkan bagaimana dampak rentetan bom pada perekonomian Indonesia sejak tahun 2002 sampai 2009. Berikut pandangan Faisal:

Masyarakat sudah belajar banyak dari pengalaman masa lalu. Derita sangat memilukan telah kita rasakan. Korban nyawa dan bersimbuh darah telah banyak berjatuhan. Laju pertumbuhan ekonomi melorot hingga minus 13 persen lebih telah kita alami, yang membuat puluhan juta penduduk terhempas ke jurang kemiskinan dan kehilangan pekerjaan.

Kalau masih ada anasir yang sembunyi tangan hendak menakut-nakuti dan mengancam, kita tak lagi serta merta merasa cemas berkepanjangan, lantas mengurungkan setiap langkah yang telah kita tekadkan dan ayunkan.

Kita telah sepakat, segala perbedaan adalah rahmat dan diselesaikan lewat jalan demokrasi. Terorisme jangan sampai memecah-belah kita, melainkan kian mempersatukan kita.

Kita sangat sadar bahwa ongkos mahal yang telah kita bayar atas pembelajaran selama ini akan sia-sia apabila kita surut karena ulah segelintir orang yang mengharapkan kita takut.

Saya yakin, kita tak akan surut. Tak akan menghindar dari laga suci melawan angkara murka. Tak tergopoh-gopoh meninggalkan negeri yang kita cintai ini.

Para petinggi negeri sepantasnya lebih percaya diri ketimbang rakyatnya. Jangan justru mereka melemahkan sendi-sendi kesatuan bangsa, menghembuskan sangkaan yang membuat sesama kita terluka, melemahkan trust, dan akhirnya menggerus daya tahan bangsa.

Ledakan bom terjadi di banyak tempat, di banyak negeri. Masyarakat domestik maupun internasional tidak akan kalap kalau para petinggi negeri melakukan segala upaya secara seksama (tidak grasah-grusuh), menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan menyiapkan langkah-langkah preventif yang terukur. Yang lebih penting lagi, menyelesaikan masalah sampai ke akarnya.

Bom Bali I (12 Oktober 2002), Bom JW Marriot (5 Agustus 2003), Bom Kedutaan Besar Australia (5 September 2004), dan Bom Bali II (1 Oktober 2005).

Bom Bali I menimbulkan dampak paling parah. Rupiah mengalami depresiasi sampai 3 persen. Namun peristiwa bom selanjutnya tak menimbulkan reaksi pasar yang tajam. Bahkan dalam hitungan hari, nilai tukar Rupiah kembali ke posisi semula dan selanjutnya menguat. Kecenderungan serupa terjadi di pasar saham.

Tanda-tanda bahwa kita makin percaya diri terlihat pada pergerakan nilai tukar dan saham pada hari kejadian Jumat, 17 Juli 2009. Nilai tukar Rupiah sedikit melemah dari Rp 1.090 per dollar AS sehari sebelum kejadian menjadi Rp 10.180 per dollar AS pada hari kejadian (kurs tengah Bank Indonesia). Sedangkan indeks harga saham gabungan turun tipis sebanyak 11,6 poin atau 0,5 persen.

Kita berharap Selasa nanti pasar akan bereaksi netral, sehingga sektor riil akan terus melaju sebagaimana harapan kita bersama.
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
Bookmark and Share

Arsip Blog