KOMPAS.com - Mantan Gubernur DKI Sutiyoso ketika hendak membangun busway memberi ilustrasi 'menyeramkan'. Katanya, mungkin belum pernah terbayang oleh Anda ketika ke luar rumah sudah berjejer antrean panjang kendaraan. Suasana ini diprediksi bakal terjadi pada 2014.
Sekarang, sebagian besar jalur busway sudah difungsikan. Apakah Jakarta bebas dari kemacetan total (matot)? Sama sekali tidak. Dari analisa yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ibukota Negara Republik Indonesia akan mengalami macet total dua tahun lagi, tepatnya 2011.
Ririn Sefsani, Ketua Komisi Organisasi Dewan Nasional Walhi menjelaskan, sejak 2002 hingga 2006, rata-rata pertambahan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebesar 9,5 persen. Setiap harinya, 1.127 unit kendaraan yang terdiri dari 236 unit mobil dan 891 unit motor dikirim ke konsumen baru di Ibukota.
Permasalahannya, suburnya bisnis roda dua tidak diikuti pertumbuhan infrastruktur utama, yakni pemekaran jalan. Yang ada malah penyempitan yang disita untuk jalur busway. Rata-rata penambahan luas jalan di Jakarta hanya 0,1 persen. Kondisi ini membuat perbandingan luas jalan dengan luas kendaraan menjadi semakin mendekati titik temu, yang berarti macet total.
Dari data Polda Metro Jaya, jelas Ririn, jumlah kendaraan yang terdaftar melalui surat tanda nomor kendaraan (STNK) pada 2007 tercatat sekitar 5,9 juta unit. Dengan asumsi 70 persen kendaraan di jalanan, maka sudah terdapat 4,1 juta unit kendaraan dengan luas kendaraan di jalan 27,8 juta meter persegi. Sementara luas jalan di Ibukota, cenderung stagnan sekitar 40,07 juta meter persegi.
Jika mengacu pertumbuhan rata-rata kendaraan dalam lima tahun (periode 2002-2006) tetap 9,5 persen per tahun dan penambahan luas jalan 0,01 persen per tahun. Maka di 2011, jumlah kendaraan dari STNK akan mencapai 8,5juta unit, di mana 5,9juta unit (70 persen) beredar di jalanan. Menghasilkan, luas kendaraan di jalan mencapai 40,1 juta meter persegi sementara luas jalan hanya 40,09 juta meter persegi.
Mengerikan bukan ? Lalu, apa yang bisa dilakukan Pemerintah DKI Jakarta untuk menghindari matot?
"Harus ada komitmen dari industri transportasi di Indonesia untuk menciptakan produk mas public transportation. Kedua, Green Cars jangan hanya menjadi slogan tapi harus praktik, perbaikan dan pengelolaan tranportasi publik yang lebih baik," harap Ririn di Jakarta, belum lama ini.
Kambing Hitam
Terkait permasalahan ini, Direktur Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan Departemen Perindustrian (Depperin) Panggah Susanto mengatakan, situasi kemacetan jalan yang terjadi di Ibukota jangan lantas digeneralisasikan ke seluruh wilayah di Indonesia. Akibatnya, industri otomotif nasional yang masih sangat minim pertumbuhannya menjadi kambing hitam karena masalah kemacetan.
"Macet itu cuma di Jakarta, dan sejumlah kota besar lain di Jawa. Tapi di daerah lain itu sepi, tak ada macet di sana. Makannya, jangan lantas macet di satu kota seluruh daerah terimbas, ini bukan salah industrinya tapi pengelolaannya," papar Panggah.
Di wilayah Asean misalnya, berdasarkan perbandingan pendapatan perkapita, populasi penduduk dan volume pasar mobil di Indonesia masih terbilang kecil. Hanya mencapai titik tertinggi pada tahun lalu sebesar 608.000 unit dari 210 juta jiwa yang ada di Indonesia.
Sementara di Thailand, tahun lalu pasar domestiknya mencapai 615.000 unit dengan jumlah penduduk hanya 61 juta jiwa. Bahkan, ditambah ekspor total produksi Negeri Gajah Putih lebih dari 1.000.000 unit.
Sekarang, sebagian besar jalur busway sudah difungsikan. Apakah Jakarta bebas dari kemacetan total (matot)? Sama sekali tidak. Dari analisa yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ibukota Negara Republik Indonesia akan mengalami macet total dua tahun lagi, tepatnya 2011.
Ririn Sefsani, Ketua Komisi Organisasi Dewan Nasional Walhi menjelaskan, sejak 2002 hingga 2006, rata-rata pertambahan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebesar 9,5 persen. Setiap harinya, 1.127 unit kendaraan yang terdiri dari 236 unit mobil dan 891 unit motor dikirim ke konsumen baru di Ibukota.
Permasalahannya, suburnya bisnis roda dua tidak diikuti pertumbuhan infrastruktur utama, yakni pemekaran jalan. Yang ada malah penyempitan yang disita untuk jalur busway. Rata-rata penambahan luas jalan di Jakarta hanya 0,1 persen. Kondisi ini membuat perbandingan luas jalan dengan luas kendaraan menjadi semakin mendekati titik temu, yang berarti macet total.
Dari data Polda Metro Jaya, jelas Ririn, jumlah kendaraan yang terdaftar melalui surat tanda nomor kendaraan (STNK) pada 2007 tercatat sekitar 5,9 juta unit. Dengan asumsi 70 persen kendaraan di jalanan, maka sudah terdapat 4,1 juta unit kendaraan dengan luas kendaraan di jalan 27,8 juta meter persegi. Sementara luas jalan di Ibukota, cenderung stagnan sekitar 40,07 juta meter persegi.
Jika mengacu pertumbuhan rata-rata kendaraan dalam lima tahun (periode 2002-2006) tetap 9,5 persen per tahun dan penambahan luas jalan 0,01 persen per tahun. Maka di 2011, jumlah kendaraan dari STNK akan mencapai 8,5juta unit, di mana 5,9juta unit (70 persen) beredar di jalanan. Menghasilkan, luas kendaraan di jalan mencapai 40,1 juta meter persegi sementara luas jalan hanya 40,09 juta meter persegi.
Mengerikan bukan ? Lalu, apa yang bisa dilakukan Pemerintah DKI Jakarta untuk menghindari matot?
"Harus ada komitmen dari industri transportasi di Indonesia untuk menciptakan produk mas public transportation. Kedua, Green Cars jangan hanya menjadi slogan tapi harus praktik, perbaikan dan pengelolaan tranportasi publik yang lebih baik," harap Ririn di Jakarta, belum lama ini.
Kambing Hitam
Terkait permasalahan ini, Direktur Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan Departemen Perindustrian (Depperin) Panggah Susanto mengatakan, situasi kemacetan jalan yang terjadi di Ibukota jangan lantas digeneralisasikan ke seluruh wilayah di Indonesia. Akibatnya, industri otomotif nasional yang masih sangat minim pertumbuhannya menjadi kambing hitam karena masalah kemacetan.
"Macet itu cuma di Jakarta, dan sejumlah kota besar lain di Jawa. Tapi di daerah lain itu sepi, tak ada macet di sana. Makannya, jangan lantas macet di satu kota seluruh daerah terimbas, ini bukan salah industrinya tapi pengelolaannya," papar Panggah.
Di wilayah Asean misalnya, berdasarkan perbandingan pendapatan perkapita, populasi penduduk dan volume pasar mobil di Indonesia masih terbilang kecil. Hanya mencapai titik tertinggi pada tahun lalu sebesar 608.000 unit dari 210 juta jiwa yang ada di Indonesia.
Sementara di Thailand, tahun lalu pasar domestiknya mencapai 615.000 unit dengan jumlah penduduk hanya 61 juta jiwa. Bahkan, ditambah ekspor total produksi Negeri Gajah Putih lebih dari 1.000.000 unit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar